Jumat, 23 Desember 2011


Wanita diibaratkan seperti kapas putih
Sekali kena noda
Tak kan pernah kembali
Nampak putih dan suci.
Buleleng dikenal  dengan sebutan Kota Pendidikan. Sebutan itu memang pantas disandang oleh Kabupaten Buleleng. Terbukti dari banyaknya perantau yang datang ke Buleleng untuk mengenyam pendidikan. Hanya saja, sebutan itu berbalik dengan kenyataan. Buleleng sendiri sering ditampik oleh beberapa kalangan. Ada yang menyebut Buleleng pusatnya prostitusi, Buleleng identik dengan bahasa yang kasar, atau bahkan dikatakan sebagai kota yang menduduki peringkat pertama penderita HIV/AIDS di Bali.
Di era globalisasi sekarang ini, manusia semakin berlomba untuk mencari pekerjaan yang mudah dengan mendapat keuntungan yang berlimpah sebagai pemenuhan prinsip ekonomi. Hal itu telah terbukti menjadi bumbu penyedap dalam dunia hiburan. Dalam dunia prostitusi selalu berusaha memancing sensasi seksual untuk menarik minat konsumen, alhasil dari semua itu akan mudah menghasilkan banyak uang. Selain itu, Gaya hidup dinilai menjadi salah satu faktor utama pendorong remaja terlibat prostitusi. Gaya hidup remaja sekarang dipengaruhi salah satunya oleh tayangan sinetron di televisi. Remaja digambarkan sebagai sosok modern dengan segala barang yang dimilikinya. Padahal dengan terlibat prostitusi, para remaja itu sangat rentan terinfeksi penyakit menular seperti HIV dan AIDS.
Salah satu remaja yang memilih prostitusi sebagai batu loncatan mengais rejeki yaitu Ririn 19 tahun asal Lombok Ampenan. Ia bekerja disalah satu café yang ada di Kabupaten Buleleng.
Ririn mengatakan “Setelah aku tamat SMA di Lombok Ampenan, aku diajak oleh temanku Widi dan Ana untuk kerja di Bali tepatnya di Buleleng. Pertama kali disini aku tinggal di Banyuning. Ia juga mengatakan baru 1 bulan kerja di café Harum Dalu tepatnya di Jalan Penarukan”. Memang sangat disayangkan Ririn yang masih tergolong sangat muda rela mengambil jalan pintas seperti itu. Jika saja ia mau berusaha untuk mencari pekerjaan yang lebih baik lagi pasti ia bisa melakukannya. Tetapi kembali lagi, itu pilihan dia. Orang bisa terjun ke dunia prostitusi karena paras atau tubuh menjadi salah satu potensinya, bukan otaknya, bukankemampuan atau skill dia (diluar skill nge-seks) tentunya.  Tapi kembali lagi bahwa hidup itu adalah pilihan. Ada banyak pekerjaan atau profesi yg bisa digeluti. Apakah ada yang terlahir menjadi PSK, Dokter, Guru, Buruh pabrik dan sebagainya memang sudah bagian dari hidup yang mesti kita jalani.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar